Rabu, 14 April 2021

Cerita Anak Pelosok Batch 13

"Bonto-Bonto Desa Bontosomba, Maros"

Kamis, Pagi yang disambut hujan, cuaca hari itu tak bersahabat. Hujan terus mengguyur kota Makassar. Setelah hujan mulai redah, pemberangkatan gelombang pertama dimulai. Hujan yang lebat tidak membuat semangat dari calon volunteer down.

Setiba dipasar, kami istirahat terlebih dahulu, mengisi lambung tengah, sembari menunggu kak copay dan kak ical. Sembari kami bermain bersama adik disana. Dan orang yang kami tunggupun, kami kira tersesat dan lain lain, ternyata singgah istirahat di rumah salah satu kakak relawan GUB. Kamipun melanjutkan perjalanan, dimana jalanan yang becek dan hujan akibat hujan, hingga membuat beberapa motor berjatuhan. Kami terus melanjutkan perjalanan hingga kesekolah. Kami melalui hutan pinus yang indah, gunung, dan sungai kecil. Setibanya didekat sekolah, kami istirahat sejenak. Hari mulai gelap, kami melanjutkan perjalanan, setiap melewati sungai yang kelihatan besar hatiku berkata *wah sudah dekat ni* ahhh ternyata salah itu bukan sungai yang dimaksud. Tak lama kemudian kami tiba disungai yang besar dan arusnya juga kuat. Kami berjalan kaki menyeberangi sungai itu. Sembari menunggu yang lainnya, kami menurunkan barang dari mobil warga. Dan kembali istirahat. Karena malam semakin larut, beberapa dari kami melanjutkan perjalanan, yah kami menamainya tim pacet wkwkwwkwk. Tetapi apalah daya dengan kaki saya yang jalannya cepat ketika melalui medan seperti itu, yah mungkin sudah terbiasa. Akhirnya jalan sendiri di depan, suara binatang mulai berbunyi. Rasa takut sebernya menyelimuti, apalagi ketika anjing mulai menggonggong, tetapi itu tidak membuat saya patah semangat. Terus berjalan sembari mendengarkan musik. Hingga tak terasa telah tiba di rumah warga yang akan kami tempati yaitu Desa Bontosomba. Sesampainya disana, kami bersih-bersih sembari menunggu yang lain. Kamipun makan bersama, yah menu malam itu *Palekko*, yang membuat sebagian dari teman-teman terisak sampai meneteskan air mata, yah karena kepedisan. Malam yang indah. Setelah itu kami bergegas istirahat.

Jum'at, lagi-lagi cuaca masih belum mendukung, rasanya masih ingin membaringkan tubuh, yah tetapi tujuan kami bukan untuk itu. Kami bergegas menyiapkan media pembelajaran di hari itu. Kami mengumpulkan adik-adik, kemudian membagikannnya menjadi 3 kelas. Saya pun megajar di kelas A (Kelas 4-6 hingga SMP). Karena cuaca hari itu kurang mendukung, siswa kelas A hanya ada 4, yah mereka adalah Aril, Fadil, Kuba, dan Haedir. Kami mulai dari pelajaran Matematika kemudian Bahasa Indonesia. Dengan melihat kemampuan mereka, Aril sangat mahil dalam pelajaran Matematika serta Bahasa Indonesia, dan kuba juga sangat mahir di pelajaran Bahasa Indonesia, sedangkan fadil yang masih pemalu. Dan haedir yang belum mampu membaca. Dibalik dari kemampuan itu, mereka sangat antusias belajar, apalagi dengan metode yang calon volunteer berikan, membuat adik-adik tertarik belajar. Setelah pelajarn usai, kami istirahatkan mereka sejenak, sembari bermain-main menunggu makan siang. Setelah itu, kami lanjut mengajar mengaji. Waww luar biasa, mereka sangat lancar, meskipun masih ada beberapa salah penyebutan, tetapi di usia mereka itu sudah sangat mengagumkan. Setelah mengaji selesai kemudian melanjutkan pelajaran PHBS, yah sikat gigi dan cuci tangan. Yang paling unik ketika adik-adiknya di gosokkan giginya oleh kakak-kakak, ada juga yang sampai berdarah ahahahah, yah mungkin karena mereka sangat menekannya. Setelah itu lanjut dengan kelas inspirasi. Dan setelah semua pelajaran usai, kami beristirahat begitupun adik-adik.

Sabtu, cuaca hari itu sangat cerah, adik-adik mulai bertambah. Untuk dikelas A sendiri bertambah 6 orang. Ada Andini, Inna, Ita, Eda, Ela, dan Linda. Kami mulai pelajaran Pendidikan Karakter, antusias adik-adik juga makin membara, meskipun kadang masih sulit untuk memahami. Begitupun pelajaran selanjutnya yah IPA, mereka masih sulit untuk membedakan organ tubuh, namun mereka antusias, karena metode yang digunakan membuat adik-adik tertarik. Aril, Kuba dan Andini yang begitu gercep ingin menjawab setiap games yang ada. Beralih ke pelajaran selanjutnya yah Agama. Antusias mereka juga sangat luar biasa, meskipun beberapa dari mereka belum hafal bacaan sholat. Setelah pelajaran usai, kamipun istriahat. Kemudian kami makan siang, setalah itu saya dan beberapa teman lainnya yang menjadi support medis ikut berjalan ke rumah warga untuk mengalaksanakan pemeriksaan kesehatan. Jarak rumah yang satu kerumah yang lain cukup jauh, perjalanan yang dikelilingi pemandangan indah. Adik Idul dan Haeril yang menemani kami. Ketika kami dihidangkan cemilan, tak lupa kami mengsntongi beberapa ahahaha apalagi ketika berada dirumah terakhir, masih meyempatkan membungkus cemilan yang dihidangkan buat kami, dan masih saja meminta jeruk warga😁. Dan sang pemanjat pohon jeruk yah kak Accang wkwkwkw. Perjalanan yang banyak makannya🀣. Setelah itu kami kembali, mengingat eaktu semakin sore. Setibanya dirumah kami langsung istirahat, yah mungkin lelah. Malampun tiba, dimana malam terkahir bersama adik-adik. Kami menyempatkan mengajar adik-adik mengaji, setelah itu melakukan kegiatan semalam lebih akrab bersama teman-teman calon volunteer, panitia dan pengurus. Setelah itu kami langsung istirahat, untuk perjalanan balik dipagi hari.

Minggu (Ahad), Alhamdulillah cuaca mendukung untuk kembali, meskipun rasanya ingin masih berlama-lama. Adik-adik selalu mendoakan agar hujan turun, agar kami tidak jadi kembali. Tetapi mau tidak mau, kami harus kembali, ada hal yang juga harus dituntaskan di Makassar. Kamipun pamit dengan warga setempat dan adik-adik yang ada. Perjalanan yang diiringi dengan pemandangan indah, naik turun gunung, dan melalui sungai-sungai. Serasa ingin cepat sampai di Makassar, untuk beristirahat seharian. Setiba di Makassar,  ada yang menggaggu fikiran saya, yah itu selalu terbayang bayang. Apakah adik-adik disana akan terus belajar setelah kepulangan kami, ataukah mereka juga tidak lagi membuka buku setelah kami tidak ada disana. Apalagi mereka yang betul-betul belum bisa membaca apalagi mengenal huruf. Mengingat sekolah mereka juga yang lumayan jauh untuk dijangkau. Entah apakah kita hanya sebatas ingin mengetahui kapasitas adik-adik disana, ataukah kita akan kembali mengobservasi kembali kemampuan adik-adik disuatu hari nanti.

Setelah 3 hari, banyak moment yang tercipta bersama teman-teman juga adik-adik. Terima Kasih kalian luar biasa.

Sedikit pesan, ketika kita tidak mampu melakukan hal besar, mari lakukan hal kecil dengan cara yang hebat. Kalian boleh mengeluh tetapi jangan menyerah️.

 ceritatentangdirikuyangmanja

#GenerasiUntukGenerasi


Selasa, 13 April 2021

Cerita Anak Pelosok Batch 13



Tentang [kami] yang Manja: Episode Terkaget-Kaget

dari Cerita Anak Pelosok

(Nurul Muthmainnah)

"I have many beautiful flowers," he said;

                                                        "but the children are the most beautiful flowers of all".ㅀㅀㅀㅀ

—The Selfish Giant by Oscar Wilde

 

            Siang itu seseorang mengirim surat pemberitahuan dari BMKG bahwa akan ada hujan deras beberapa hari ke depan. Di sisa pergolakan dengan diri sendiri, antara hujan dan kemauan, saya akhirnya memilih pergi. Benar-benar pergi menemui bocil-bocil di puncak gunung tinggi. Dan memang hujan benar-benar turut dalam perjalanan ini, ia seperti beradu semangat perihal siapa yang paling ingin mencapai batas akhir, tapi tentu saja, kami lebih menyala. Air hujan kalah membara dengan peluh lelah kami, yang sampai larut tetap melanjutkan perjalanan; dari pendakian satu ke pendakian lain; dari kubangan satu ke kubangan lain; dari aliran sungai satu ke aliran sungai lain.

Terkait sungai yang ada di desa Bontosomba, kecamatan Tombopulu, Maros—lokasi tempat kami mengajar—saya bersama teman-teman memiliki satu episode terkaget-kaget di sana. Dalam hal ini, menjadi pemantik dari berbagai episode terkaget-kaget yang saya alami di desa itu. Jadi sebelum pemberangkatan, kami sudah diingatkan bahwa akan melewati sungai yang alirannya bisa menjadi sangat tinggi dan deras di waktu-waktu tertentu. Ketika di separuh perjalanan, saya dan beberapa teman yang berjalan kaki entah mengapa menjadi sangat terobsesi untuk melihat sungai tersebut.

Bisa dibilang, sungai menjadi tujuan kami laiknya Safe Haven. Berpikir jika telah melihat sungai maka kami akan menyelesaikan perjalanan. Malam makin pendek dan kami dibuat terkaget-kaget. Setelah berhasil melalui sungai yang dicari-cari, ternyata perjalanan untuk benar-benar sampai masih tertinggal setengah jalan—alias masih jauh, jauh-jauh sekali. Panjang umur kaki-kaki yang lecet! “Oh Karaeng, oh Kamaseng…ada Palekko menanti untuk dihabisi di ujung cahaya lampu perjalalan ini”, salah satu penyemangat yang coba untuk kami ingat-ingat.

Episode kedua rangkai cerita terkaget-kaget terjadi pada keesokan harinya. Pagi itu hujan kembali turun, kami terpaksa harus mengajar di dalam rumah. Adik-adik yang datang juga masih beberapa, jauhnya jarak antar rumah warga menyulitkan bocil lain untuk datang di kelas pertama. Kami—calon volunteer—telah dibagi menjadi tiga kelompok pengajar dan saya ditempatkan pada kelas C, kelas yang terdiri dari bocil kelas 1 dan 2—bahkan yang tanpa kelas pun ada, alias masih belum bersekolah. Saufi dan Armin menjadi bocil-bocil pertama yang kami ajak belajar bersama, lalu Ruki, Yuyun dan Alya pun datang menyusul di mata pelajaran kedua di hari itu. Ada yang lucu dan membuat saya terkaget-kaget pada mereka, kejadiannya terjadi setelah kami belajar berhitung dan mengenal alfabet sederhana.

Terlepas dari kompetensi bocil-bocil tadi di kelas Bahasa Indonesia dan Matematika yang beragam—dilihat dari tingkat kelas dan usia—saya secara pribadi dibuat terkaget-kaget ketika mendampingi mereka mengaji. Mereka benar-benar menunjukkan yang terbaik pada kami di hal itu, maksud saya, benar-benar yang terbaik dari yang mereka kuasai. Salah satu dari mereka membuka Iqra jilid 1, lalu membacanya di hadapan saya. Dan tentu saja bacaanya sangat lancar, karena pada dasarnya ia telah sampai di jilid 3. Ia memaksa ingin tetap dibacaan itu, berusaha sebaik mungkin mendapat pujian dari saya, menunjukkan bahwa ia juga bisa sangat pandai di hal tertentu. Ada lagi bocil yang berulang kali mengaji ditemani lebih dari tiga pendamping. Ia sangat bersemangat, hingga ketika sebenarnya telah selesai malah kembali ingin mengaji di hadapan kakak-kakak lain. Mungkin juga ingin menunjukkan kemampuan mengajinya yang lumayan "lancar". Ahhh, saya sepertinya mesti belajar banyak pada mereka juga tidak luput menyiapkan pujian yang beragam pula.

Bersama bocil-bocil itu selama kurang dari tiga hari, benar-benar menjadi satu momen terberi paling saya syukuri. Mengutip puisi Road not Taken milik Robert Frost, bertemu mereka meniscayakan saya untuk berhenti sejenak di antara dua jalan bercabang. Menjeda untuk berakhir pada jalan yang jarang dilalui, penuh rerumputan tertutupi rimbunnya pepohonan dan pegunungan. Jalan yang saya pilih itu pada akhirnya yang malah membuat sebuah perbedaan—dan semoga juga perubahan. Meski tidak bisa menurunkan Surga kepada mereka, saya berharap mampu menyelesaikan apa yang telah dimulai di sana. Masih banyak yang ingin mereka pelajari, masih banyak pertanyaan yang belum mereka ketahui. Lebih dari pada itu, capaian yang kami targetkan belum terjadi di sana.

Episode terkaget-kaget yang terjadi di sana terlampau banyak untuk dituliskan. Tentang kemanjaan yang teralami bersama bocil, kakak volunteer, Ketupat, Karaeng, Kamaseang, ular tangga dadu-dadu, first lopheemu Sandi, gigi Alya yang berdarah di kelas menyikat gigi, dan kemanjaan selajut-selanjutnya. Dan pada akhirnya kepulangan kami masih diantar dengan episode terkaget-kaget penuh kemanjaan juga, hujan yang dipikir akan terus turun malah mereda. Dalam hati saya mengamini agar hujan terus saja deras, menyambut doa bocil-bocil itu agar kami tidak kembali pulang. Betapa bocil adalah bunga paling manja di antara yang lainnya, sampai ketemu di episode terkaget-keget penuh kemanjaan selanjutnya!


Senin, 05 April 2021

Cerita Anak Pelosok Batch 12


#CeritaAnakPelosokBatch12

11 februari 2021, panas dari terik matahari menyapu udara pagi. Selamat pagi bumiku dan segala sesuatu yang indah namun fana. Dimulai dari perjalanan panjang yang di iringi seribu langkah dari para relawan relawan pendidikan. Langkahnya pelan namun pasti nan tulus, sembari menikmati indahnya ciptaan Tuhan yang patut untuk di syukuri. 

Malam mulai datang menutupi jalan dengan gelap sehingga ia hanya mengandalkan remang remang cahaya bulan dan senter yang ia genggam. Perjalanan panjang melewati gunung yang tinggi, langkahnya mulai melemah, keringatnya mulai bercucuran, serta nafas yang mulai sesak. Ia menangis ingin menyerah dan pulang kerumah yang jelas lebih nyaman juga bisa tidur di kasur yang empuk. Namun, ia mendengar suara teriakan teman-temannya dari belakang bak dorongan kekuatan yang mendorong langkahnya untuk sampai di puncak.

Lampu dari rumah penduduk mulai terlihat, menandakan bahwa mereka semakin dekat dengan lokasi tujuan dan segera merebahkan lelahnya. Setelah melewati malam penuh lelah, Matahari mulai menunjukkan sinarnya di 12 februari di sertai udara yang sangat dingin. Ia bergegas membersihkan diri dan menuju tempat yang di sebut sekolah, Lelahnya seperti mereda ketika melihat anak-anak kecil yang menunjukkan tawa serta semangat di pagi hari untuk menuntut ilmu.

Mereka menggandeng tangan mungil dan tubuh yang kecil itu menuju sekolah yang jaraknya 2km dari posko relawan. sesampainya di sekolah, ia di kejutkan dengan seorang anak yang banyak diam sedari tadi. Namanya rezky, berbadan sehat dan berkulit coklat. Anak yang sedikit pemalu untuk berinteraksi secara langsung dengan perempuan, tidak terlalu paham bahasa indonesia namun mengerti apa yang para relawan ucapkan. Wajar saja jika anak kecil belum bisa berinteraksi dengan orang baru, wajar saja jika anak itu merasa sungkan untuk mengucapkan sesuatu. 

Diluar dari rasa pemalunya, anak itu memiliki semangat yang besar untuk belajar yang mungkin saja tidak dimiliki oleh anak-anak lain, saat berbicara cita-cita anak itu ingin menjadi polisi katanya. Anak itu mulai menunjukkan tawanya dan keaktifannya saat sudah mulai cocok dengan relawan-relawan yang mengajar di kelas, berlari dan mengajak bermain serta berbagi cerita kecil anak pelosok. Sampai di hari terakhir dari banyaknya waktu yang di lalui bersama para relawan dan anak-anak lucu. Terlihat mata yang di penuhi harapan tinggi dari anak-anak itu, ia menangis tersedu ketika seorang anak kecil memintanya agar tidak pergi sembari memeluknya. Pelukannya hangat bak rumah yang harusnya selama ini menjadi tempat pulang.

Para relawan melambaikan tangan kepada anak-anak yang 3 hari memberi kesan indah untuk perjalanan hidup mereka. Mereka pergi namun akan kembali nantinya untuk membantu anak-anak menanam bunga yang akan anak-anak itu petik nantinya. "Semangat belajar adik-adik manis, ada impian tinggi yang harus kalian capai nantinya"

📍Sekolah Jauh SDN 25 Lampaniti Dusun Padang Pare, Desa Tabo-Tabo, Kec Bungoro, Kab Pangkep.

Tertanda, Kak elfeni.

#CeritaAnakPelosok

#Guruuntukbangsaku

#Generasiuntukgenerasi